Tuesday, June 7, 2016

Pertemuan Terakhir

Kira-kira tiga bulan telah berlalu setelah aku memutuskan untuk pulang kembali ke rumah, meninggalkan kota perantauan. Kerinduan juga adanya tanggung jawab mendesakku untuk berkunjung pekan itu. Sekedar melepas rindu dan menyelesaikan administrasi yang sudah semestinya diselesaikan meski kata karyawannya bisa dirapel di akhir nanti, tidak harus diurus saat itu juga.
22 Maret, 13.15 aku sampai di kota jogja, menghubungi beberapa orang untuk bertemu dan menyelesaikan beberapa urusan. Sebenarnya ada pertemuan yang ingin aku selenggarakan, pertemuan ‘keluarga pengurus syiar 2012’ setelah sekian lama belum ‘reuni’ lagi. Terakhir ‘reuni’ seingatku adalah Oktober atau November 2014 setelah pulang dari kkn. Seperti biasa, berkumpul untuk makan bersama di hari ulang tahun salah satu dari anggota, meski hari H-nya sudah lewat berminggu-minggu. Haha. Tak jadi masalah, karena intinya adalah menjalin silaturrahim.
Esok harinya (23 Maret) segera menuju kampus, menghadap di bagian akademik dan segera mencari-cari keberadaan dan menunggu dosen pembimbing untuk menyelesaikan administrasi dan sedikit konsultasi. Sambil menunggu, kulangkahkan kakiku menuju perpustakaan. Mengikuti takdir mahasiswa tua yang fokus menggarap skripsi. Tak disangka dan dinyana di sanalah aku bertemu dan berkumpul dengan anggota-anggota syiar kembali (Arma dan Sabila). Pertemuan yang sangat kuinginkan tapi belum direncanakan. Tidak menyia-nyiakan kesempatan, aku ajak mereka makan siang, ya meskipun tidak seperti biasa aku sampaikan seperti ‘reuni-reuni’ sebelumnya, aku hanya mengajak makan bersama, tidak menamakannya ‘reuni’ kami lagi. karena ada satu orang tambahan (Safura) dan tempat yang kami tuju merupakan tempat bekerjanya salah satu dari teman kami; Bagus à di sambel layah jakal.

Waktu terus berlalu sampai dzuhur pun tiba. Wacana ke sambel layah jakal ternyata dianggap serius. Aku yang seharusnya sudah janji dengan dospem, karena kucari-cari juga belum ketemu, akhirnya memutuskan makan bareng saja. Meski mereka masih meragukan kabarku tentang teman kami yang bekerja di sana. Tanpa ba bi bu (mengkonfirmasi teman kami/Bagus terlebih dahulu) langsung kami berempat menuju sambel layah jakal. Awalnya, sampai sambel layah kami memang tidak menemukan batang hidung teman kami itu. Karena memang pangkatnya sebagai kepala bagian di sana, tentu kerjanya tidak di depan atau melayani pelanggan. Dilalahnya, saat itu dia keluar ruangan untuk menemui staf-nya di depan dan melihat kami sedang menunggu pesanan (tepat ketika kami duduk setelah menyelesaikan pemesanan). Jadilah kami berlima melepas rindu hingga ashar tiba.



(saat itu aku masih tak sadar jika ternyata itu adalah pertemuan terakhir)
25 Maret 2016
06.46 aku memulai perjalanan kembali ke rumah, meniggalkan jogja (lagi). Perjalanan ini adalah perjalanan pertamaku (dan semoga juga menjadi yang terakhir) merasa sangat mengantuk di atas motor. Entah kenapa, biasanya secapek-capeknya badanku, mataku akan tetap terbuka lebar karena fokus mengendarai motor. Perjalanan pulang ini juga menjadi perjalanan tercepat dalam sejarah perjalananku jogja-semarang à hanya 2 jam, 08.45 aku sudah sampai di rumah kakakku. Aku menggunakam trik-trik-ku selama mengendarai motor à bernyanyi dengan berteriak untuk melawan kantuk. Namun tetap saja, beberapa kali mataku tertutup dan sempat terhuyung hampir menabrak atau menyerempet mobil atau truk yang saat itu ada di dekat motorku. Saat itulah aku teringat kebiasannya Arma. Dia yang bisa mengendarai motor dengan kecepatan 100km dan kadang lebih dari itu dengan keadaan mengantuk dan tak jarang matanya tertutup. Apalagi dia sering melakukan perjalanan malam hari. Ternyata begitulah yang dia rasakan, saat itu aku merasakan bagaimana posisinya. Dan mungkin pola pikirnya juga sama; agar cepat sampai tujuan sehingga bisa segera beristirahat.
Di atas motor setelah mengingat dan merasakan situasi dan kondisi yang dirasakan Arma, pikirku melayang ke keluarga, orang-orang terdekat; sahabat dan teman yang kuanggap sebagai keluarga kedua. Semuanya. Terlebih hampir dua bulan sebelumnya aku kehilangan kakakku. Di atas motor itu, dalam keadaan terkantuk-kantuk itu, aku sangat takut, takut akan rasa kehilangan (lagi). siapakah orang selanjutnya yang akan dipanggil? Giliran siapa lagi yang akan menyusul mereka yang telah mendahului? Akankah salah satu keluargaku lagi? akankah orang terdekatku? Atau keluarga dari sahabat/temanku? Atau jangan-jangan malah diriku sendiri? Pikiran-pikiran itu membuatku sangat kalut, semakin menambah kecepatan, juga semakin menambah kantuk, lalu kulampiaskan melawan kantuk dengan bernyanyi berteriak sekeras-kerasnya, tak peduli apakah pengendara lain mendengarnya atau tidak.
Setelah beristirahat cukup lama, malam harinya aku menceritakan apa yang aku rasakan siang itu pada salah satu orang. tentang rasa sangat takut akan kehilangan, dan menyebutkan orang-orang terdekatku dari berbagai kalangan (yang ia kenal). Tak terasa rasa takut itu mungkin berdampak pada kesehatanku. Mulai saat itu kurasakan badanku meriang, batuk-batuk, dan beberapa gejala lain hingga satu bulan ke depan. Akhir pekan Bulan April aku menyadari dan menemukan gejala-gejala yang kurasakan itu adalah gejala sakit paru-paru. Mungkin dari luar memang tampak biasa saja, layaknya sakit batuk biasa. tetapi segera aku menyempatkan waktu untuk melarikan diri ke rumah sakit. Dua-tiga minggu mondar-mandir rumah sakit dan klinik dokter; periksa, cek lab (ronsen paru-paru), cek dahak, kontrol, dan mengkonsumsi obat-obatan. Apakah aku yang akan mendapatkan giliran selanjutnya untuk menyusul ke sana? Ah, pikirku semakin kalut saja. Obrolan-obrolanku mulai banyak yang membahas tentang pergi meninggalkan atau kehilangan. Termasuk juga mengkhwatirkan orang yang menunjukkan gejala-gejala mengasingkan diri. Karena kehilangan tidak selamanya berarti meninggal bukan?
12 Mei dokter menetapkan diagnosa akhir penyakitku, tetapi saat itu aku tidak mendengar saat dia menjelaskannya. Aku hanya mendengarkan tentang obat-obat yang harus aku konsumsi. 23 Mei aku baru dijelaskan lagi bahwa ternyata aku sakit bronkitis, dan saat itu perkembangannya sudah sangat baik. Hanya tinggal flu-nya saja. Pada hari itulah hatiku menjadi lega. Sedikit demi sedikit, hari demi hari aku mulai mengendalikan perasaan dan emosiku lagi. Tulisan tentang kehilangan yang aku tulis setelah kakakku meninggal akhirnya aku terbitkan (di blog), setelah sekian lama terpendam. Saat itu aku tidak berani mem-publish-nya dengan alasan yang tidak bisa diterima logika. Aku masih takut. Berdasar pengalaman selama ini, kejadian itu akan benar-benar terjadi ketika aku sudah menguasai perasaanku lagi (ketika aku menghilangkan perasaan takut yang menjalar di hati). Benar saja, setelah sekian hari menenangkan diri, satu hari setelah aku memposting tulisan tentang kehilangan itu, saat berselancar di dunia maya, kudapatkan informasi itu.

Tak berpikir lama, dengan diiringi kekagetan dan kepanikan, segera grup WA KMP 2011 kugencarkan dengan gambar itu. Dan semua telah berlalu. Dia telah benar-benar pergi, pulang untuk menemui Yang Mencintainya dan Yang ia cintai.
*********

Sekedar pengantar untuk memulai mengenangmu kawan. Kau yang dulu tidak menyukaiku ketika aku dalam kondisi melawan perasaan itu. Terlalu khawatiran terhadap sesuatu yang belum pasti terjadi. Tentang kecocok-logian peristiwa-peristiwa yang terjadi. Tapi kau tetap menghargai dan menutupi kebencianmu itu di hadapanku.

No comments:

Post a Comment